Valentine salah satu dari sekian budaya
barat yang telah menjadi budaya Indonesia. Bukan hanya dikota-kota
besar, seperti; Jakarta, Surabaya, Jokjakarta, Bandung, Malang. Tetapi
sudah masuk dipedesaan, hingga kepelosok negeri ini. Marakanya budaya
perayaan Valentine, tidak lepas dari peran layar kaca
(telivisi) dan media cetak (koran, majalah). Budaya perayaan Valentine
benar-benar meng-hipnotis remaja Indonesia, khususnya remaja muslim yang
tinggal di Negeri ini sudah tidak lagi memperdulikan fatwa-fatwa para
ulama’ (agamawan) seputar perayaan Valentine.
Gus Dur pernah menyampaikan dalam sebuah ceramahnya:’’ Budaya
yang melanda bangsa Indonesia, bagaikan bajir bandang (bah) yang
menakutkan. Tidak satupun orang yang bisa menghalangi banjir itu. Lebih lanjut lagi, beliau mengatakan:’’
kewajiban orangtua ialah bagaimana memberikan pelajaran berenang kepada
putra-putrinya, sebab ketika banjir datang, orang tua tidak khawatir,
karena putranya sudah bisa berenang sendiri tanpa meminta bantun
orangtua dan orang lain.
Hari Valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day), biasanya dilaksanakan pada tanggal 14 Februari
setiap tahun. Pada tanggal itu, adalah sebuah hari di mana para kekasih
dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat. Dan, hal ini jelas-jelas bertengtangan dengan ajaran Nabi Saw. Para ulama’ sepakat, bahwa merayakan Valentine’s Day hukumnya haram. Konon hal ini karena asal usulnya saja berasal dari hari raya Katolik.
Hari raya ini sekarang diasosiasikan dengan para pencinta yang saling bertukaran notisi-notisi dalam bentuk “valentine”. Simbol modern Valentine antara lain termasuk sebuah kartu berbentuk hati dan gambar sebuah Cupido (Inggris: cupid) bersayap. Mulai abad ke-19, tradisi penulisan notisi pernyataan cinta mengawali produksi kartu ucapan secara massal. The Greeting Card Association (Asosiasi Kartu Ucapan AS) memperkirakan bahwa di seluruh dunia sekitar satu milyar kartu valentine dikirimkan per tahun.
Logika sederhananya ialah jika remaja muslim (muslimah), ikut serta merayakan Valentine’s day,
sama dengan merayakan (1) Hari Raya katolik (2) Valentine’s Day
(peryaaan hari valentine) berkasih-kasih-an antara lelaki dan wanita
tanpa ikatan nikah. Konon, hal ini membuat hari raya ini merupakan hari
raya terbesar kedua setelah Natal
di mana kartu-kartu ucapan dikirimkan. Asosiasi yang sama ini juga
memperkirakan bahwa para wanitalah yang membeli kurang lebih 85% dari
semua kartu valentine.
Perayaan Valentine’s day sudah melanda dunia. Hampir semua agama dan
keyakinan dunia ini ikut serta melaksanakan hari raya ini. Bahkan,
ahir-ahir ini budaya merayakan Valentine’s Day menjadi tren
masyarakat dunia, seperti; Arab, Afrika, Amerika, Asia. Bahkan, di
Indonesia Velentine’s Day sudah menjadi tren bagi remaja-remaja muslim.
Sampai-sampai, pada hari itu banyak sekali pasangan-pasangan yang
melakukan pelanggaran agama (naudubillah).
Solusi Menghindari Valentine’s Day.
Secara tidak langsung, budaya Valentine’s day sudah tidak bisa
dikendalikan lagi. Seperti; bertukaran surat ucapan antar kekasih.
Budaya sudah populer di kalangan anak muda dan remaja. Ada juga yang
merayakan dengan saling berbagi kasih dengan pasangan, orang tua,
orang-orang yang kurang beruntung secara materi. Ada juga mengunjungi
panti asuhan dengan memberikan sebagagian dari kelebihan materi yang
dimilikinya. Telivisi radio, dan majalah remaja, terutama di kota-kota besar di Indonesia marak mengadakan acara-acara yang berkaitan dengan valentine.
Sebagai agamawan, hal ini perlu cermati. Agamawan tidak hanya
memberikan justifikasi haram, tetapi mereka juga harus memberikan
solusi, agar supaya budaya Valentine’s Day tidak menjadi budaya
remaja-remaja islam. Bisa jadi, pada waktu itu seolah-sekolah islam,
mengadakan acara positif (tandingan), seperti; pergi kepanti asuhan,
membagikan beras, bakti sosial. Sebab, dengan cara itu, budaya Valentine’s Day bisa tertandingi. Sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa tokoh, sepert; Renungan Tahun Baru (Oleh :K.H Suyuti Dahlan: Ponpes Nurul Ulum) ketika menyambut tahun baru masehi dengan hal-hal yang pasitif.
Selanjutnya, sebagai orangtua juga mampu memberikan memberikan
pendidikan keteladanan terhadap putra-putrinya. Tanamkan kepada mereka
rasa cinta kepada Nabi Saw dan keluarganya, dan budayakan mengasihi
orang-orang fakir miskin dan anak yatim dengan memberikan sebagian dari
materinya, kapan saja dan dimana saja. Tanamkan juga kepada mereka sejak
dini bahwa budaya Valentine’s bukanlah budaya islam, dan tidak selaras
dengan nilai-nilai ajaran Nabi Saw. Sebagai orangtua, tentunya tidak
hanya melarang, tetapi juga memberikan contoh yang baik dan positif
terhadap putra-putrinya, seperti; pola makan, minum, berbusana, beranjak ketempat tidur dll.
Pendidikan moral sejak dini kepada anak akan kuat dan kokoh, ibarat
tanaman yang mengakar kedasar bumi, dan cabang-cabangnya menjulang
tinggi. Walaupun angin kencang menerpa seperti: (budaya: Valentine’s
Day), anak itu akan tetap kuat bepegang teguh pada agama dan
keyakinannya. Inilah yang digambarkan Allah Swt, Q.S Ibrahim (14:23)
yang artinya:’’ Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
Tidak cukup dengan peranan ulama’ (agamawan), dan orangtua. Untuk
menyempurnakan agar supaya anak tidak ikut-ikutan budaya yang negative,
seperti: Valentne’s Day, hendaknya ketika memilih lembaga pendidikan
(sekolah/kampus). Orang tua harus selektif, sebagaimana Nabi Ibrahim as
ketika memilih Makkah sebagai tempat (mukim) untuk istri dan anaknya.
Pemilihan Makkah sebagai tempat tinggal bagi anak (Ismail) dan istrinya
mengisaratkan kepada orangtua, agar supaya memilih lembaga pendidikan
yang memperhatikan perkembahan ruhani (spiritual), bukan semata-mata.
Selanjutnya, sebagai orangtua hendaknya tidak lupa, bahwa dibalik itu
semua ada kekuatan yang maha dasyat yaitu do’a. Dalam hal ini, Nabi
Ibrahim juga memberikan contoh, bagaimana beliau memberikan motivasi
ruhani (do’a) setiap saat dan waktu agar supaya anaknya menjadi anak
yang sholih. Do’a Nabi Ibrahim diabadikan di dalam al-Qur’an yang
artinya:” Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang
yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku (Q.S
Ibrahim (14:40).
Jadi, membendung Budaya Valentine’s Day, menyambut Tahun Baru, tidak
cukup dengan Fatwa haram, tetapi haru ada langlah-langkah konkret. Dalam
hal ini, orangtua selaku yang bertanggung jawab memiliki peranan
penting. Orang harus mampu menjadi teladan bagi putra-putrinya, serta
memilih lembaga pendidikan yang berkualitas, serta mengedepankan
nilai-nila moral dan spiritual. Dengan demikian, sang akan menjadi
generasi yang kuat dan kokoh, sebagaimana penjelasan Q.S Ibrahim (14:
23) Wallau a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar